Sebuah Desa kecil, letaknya cukup jauh dari pusat keramaian Cikarang. tepatnya di Desa Cibarusah, Letaknya lebih dekat ke Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.
Aku mengajar di sana sebagai instruktur pelatihan komputer di tiga sekolah dengan jumlah siswa 2000 orang. Rumah yang kutempati cukup luas, satu paviliun dibangun di atasnya. Sementara itu tempat pelatihan menghadap ke dinding sekolah yang cukup tinggi, sebelah kanan tempatku mengajar ada tempat jualan yang setiap pagi, siang dan sore selalu ramai dengan anak-anak sekolah.
Sudah seminggu aku di sana. Alhamdulillah puasa sunat 6 hari di bulan syawwal sudah kutuntaskan. Entah kenapa, malam itu aku gak bisa tidur sampai larut malam. Karena belum sholat isya, aku pun iseng-iseng sholat di paviliun, aku ingat saat itu jam 23.30, setengah jam menjelang malam.
Satu raka’at, dua raka’at, duduk tasyahud awal, di malam yang tenang, tak ada angin, yang ada hanya suara jangkrik dan kunang-kunang yang melintas di depan tempat sholatku.
Raka’at ketiga kulewati dengan cukup khusyu, dan pada raka’at keempatnya, saat aku duduk antara dua sujud, sambil menghadap ke arah sajadah, tiba-tiba kurang lebih 10 meter dari tempat sholat, aku melihat dua kaki putih mulus tanpa tubuh. Sepasang kaki itu santai berjalan ke arah kanan menuju warung dan menghilang.
Aku sadar aku sedang sholat isya di tengah malam buta ditemani kriik kriik bersahutan dari suara jangkrik dan beberapa kunang-kunang yang berkedipan. Hewan-hewan malam itu menemani kekhusyuan sehingga sholat isyaku selesai.
Seusai shalat, satu demi satu kata subhanalloh, alhamdulillah dan allooh akbar masing-masing 3 kali terjulur dari lisan, memecah keheningan, kututup dengan Laa Ilaaha Illalloh.
Lalu aku berdo’a seperti biasa, dan di sela-sela do’a kupanjatkan mataku menatap ke arah bawah lurus dengan ujung sajadah, masih dengan jarak 10 meter yang sama seperti pada saat aku sholat tadi.
Sepasang kaki yang tadi muncul, kini tersambung dengan fisik seorang wanita, seperti hologram.
Dari jarak 10 meter, wajahnya mengarah padaku, aku terkesima, saat itu tak ada rasa takut. Yang ada hanya penasaran, siapa wanita berbaju transparan dengan bayang hologram. Setelah adu tatap, ia pun menghilang ke arah kiri. Dan do’a pun selesai kupanjatkan.
Usai berdo’a, rasa takut mulai muncul, buru-buru aku turun ke bawah. Sambil menuruni tangga, aku menoleh ke kanan, ke kiri dan ke belakang, barangkali saja wanita misterius tadi mengikuti. Oh ternyata tidak, hatiku lega.
Di kamar tamu, aku masih belum bisa tidur, mata ini tetap terjaga, dalam hati terus bertanya-tanya siapakah gerangan ia?
Iseng-iseng tirai penutup kaca sedikit kubuka, dua bola mata mengintip satu persatu halaman serta ruang gerak yang dilintasi wanita tadi.
Dan tiba-tiba dari arah kiri muncul seorang wanita, kali ini berbaju merah, rambutnya panjang, hanya punggungnya yang kelihatan, seluruh tubuhnya utuh, lalu masuk ke arah kanan, ke warung yang sering dikungjungi siswa ketika istirahat dan jam menjelang pulang.
Aku masih penasaran, masih di ruang tamu, namun yang ditunggu tak nampak walau hanya batang hidung. Akhirnya kantuk pun datang, aku menguap dalam-dalam, bergegas ke kamar tidur, kurebahkan badan dengan posisi telentang, lampu kamar kumatikan.
Esok paginya aku menceritakan ke Pak Yayat, ia hanya tersenyum. Besoknya lagi Pak Yayat mengajakku ke kompleks sekolah itu, ditunjukannya salah satu tempat.
Sekitar dua tahun lalu, katanya.
Ada seorang wanita cantik berambut pendek, bunuh diri dengan menggantung lehernya di salah satu ruang kelas di sekolah ini, mayatnya ditemukan oleh warga desa.
Kututup cerita ini dengan sedikit buku kuduk yang berdiri. Lalu aku tersenyum, ingat kisah itu, 15 tahun yang lalu. Namun kali ini aku tak melihatnya berdiri di sampingku.
Bandung, 24 Agustus 2016
copyright©Madyo Sasongko
Dimuat juga di Kompasiana
Tidak ada komentar